Senin, 29 Desember 2008

Re: [sekolah-kehidupan] (catcil) masakan pertama saya

Dulu waktu masih bujangan...saya sangat tak hobi masak juga Nok! sanggaatttttt..., tapi karena ibuku buka warung mau tak mau saya harus bantuin, dan jadi biasa saja dengan memasak. jadi bisaku memasak bukan karena keinginan tapi karena kebiasaan, dan nyatanya efek dominonya kurasakan sekarang ini, justru ketika Ibuku sudah almarhumah, mertuaku juga sudah almarhumah rasanya ilmu mereka jadi tumplek blek ke aku, .taraaaa... jadi sering terima pesenan kue! Kemaren waktu lebaran lumayan lo NOk dapet pesenan kuker ampe tujuh lusin... yah lumayan labanya minimal bisa bikinin kuker sodara-sodara dengan gratis... Juga kalo dikantor ada rapat-rapat aku yang bikinin kuenya Nok...

Pesannya : jangan pernah nyesel belajar masak karena yakin deh pasti akan bermanfaat, kalo ga sekarang pasti someday... minimal kalo anaknya Ultah bisa bikin nasi kuning sendiri.. semangattttt...!!!

 
Salam Hebat Penuh Berkah
Siwi LH
cahayabintang. wordpress.com
siu-elha. blogspot.com
YM : siuhik



From: Bu CaturCatriks <punya_retno@yahoo.com>
To: sekolah-kehidupan@yahoogroups.com
Sent: Tuesday, December 30, 2008 8:01:30 AM
Subject: [sekolah-kehidupan] (catcil) masakan pertama saya

Masakan Pertama Saya
Oleh Retnadi Nur'aini

Saya hampir selalu punya pengalaman buruk saat memasak.

Hasil masakan saya hampir selalu gosong, hangus, keasinan—atau yang
terparah, berasap sampai memenuhi dapur—yang pada akhirnya membuat
masakan saya tak pernah laku di meja makan (Meski, saya kira, ini
juga didukung oleh banyak faktor lain, seperti ibu dan kakak ipar
yang jago masak. Kakak ipar saya bahkan punya usaha katering).
Berbagai faktor inilah yang membuat saya kemudian berpikir "Yah
udahlah, toh semua orang emang punya bakat masing-masing. Dan masak,
emang bukan bakat gua."

Yang kemudian dikomentari orang-orang dengan "Ah, itu, mah lo-nya
aja yang nggak mau!"

Pun sudah berbusa mulut saya menjelaskan bahwa memasak itu
merepotkan—harus mengulek, memotong, mencuci peralatan setelahnya,
dll—dan bahwa saya tidak punya banyak waktu untuk itu. Atau bahwa
untuk memasak itu perlu sense of taste—yang mana saya kira, saya
tidak punya—tetap saja komentar orang-orang tentang pembelaan
ketidakberbakatan saya memasak itu tak kunjung surut.

Sementara orang-orang terdekat saya juga tak lelah untuk
menyemangati. Mulai dari suami, ibu, ibu mertua—yang bahkan menawari
saya bumbu kuning racikannya sendiri. "Jadi Retno nanti nggak usah
buat bumbu lagi. Ini bumbu dasar untuk segala masakan,", sampai
sahabat senasib, Ain. "Beneran, deh, Jo, dulu gua kira juga gua
dikutuk di dapur. Tapi masak memang masalah kebiasaan. Sebulan lo
rajin masak, lo akan tahu masakan kurang apa cuma dari aromanya,"
ujar Ain. (Percayalah, komentar saya saat pertama kali mendengar ini
adalah: "SUMPE LO??? LO DAH BISA GITU, NENG??? DAHSYAT!!!") .

Anyway, seperti orang yang terkena terpaan iklan berulang-ulang,
akhirnya saya tersihir dengan gelombang semangat positif memasak
ini. Hari Minggu kemarin pun saya dan suami pergi berbelanja alat
masak. Saat suami saya bermaksud membelikan 1 set panci dan wajan,
serta merta saya menolak. "Duh, Yang, ntar aku jadi tekanan
psikologis nih, kalo kamu beliin alat masak mahal-mahal, trus akunya
tetep nggak bisa masak. Beli yang murah-murah aja, ya," ujar saya.

Setelah membeli perkakas masak sederhana: 1 panci, 1 wajan, 1 sodet,
1 sendok sayur, 1 talenan, 1 pisau, dan 1 cobek, maka pada hari
Senin pun saya mencoba memasak. Untuk pertama kalinya.
***

Menu masakan pertama saya sederhana saja. Terdiri dari sayur sop,
tempe goreng dan tahu goreng, plus sambal terasi. Dengan kehadiran
ibu saya yang membimbing secara lisan, pertama-tama saya mulai
dengan mencuci sayuran. Dilanjutkan dengan memotongi buncis, wortel,
seledri, daun bawang, sawi, dan bakso. Karena tak tahu cara mengupas
kentang, ibu saya pun terpaksa turun tangan untuk mengupas kentang—
sebelumnya, saya pernah menonton cara mengupas kentang di komik
Donal Bebek. Disitu, ada tokoh yang mengupas kentang dengan kupasan
yang tak putus, hingga berbentuk melingkar-lingkar. Nah, karena saya
kira mengupas kentang yang benar adalah demikian, maka saya serta
merta mengaku pada ibu bahwa saya tidak bisa. Ternyata, ibu saya
tidak mengupas kentang dengan cara demikian. Dari sana, saya
mendapat satu pelajaran berharga: JANGAN PERNAH MENCONTOH CARA
MEMASAK DARI KOMIK—TERUTAMA DONAL BEBEK.

Anyway, setelah memotongi sayuran, saya pun mulai membuat bumbu.
Dimulai dengan mengupasi bawang merah dan bawang putih. Untuk
kemudian menguleknya bersama dengan garam dan lada. Bagian yang
paling saya sebali dalam proses memasak. Karena mengulek itu makan
waktu dan tenaga. Untunglah ibu saya yang cantik dan baik hati
memberikan tips: "Dirajang kecil-kecil aja dulu, ya, Sayang,"—
sehingga waktu mengulek saya pun menjadi lebih singkat, yang
berbonus tangan saya tak kapalan.

Setelah bumbu halus, saya pun meng-gongseng- nya dengan mentega.
Untuk kemudian, dicemplungkan ke dalam panci air panas. Setelah itu,
baru saya memasukkan potongan sayuran—dimulai dari bakso, wortel,
kentang, dan buncis (yang butuh waktu lebih lama untuk matang), baru
dilanjutkan dengan seledri, daun bawang, dan sawi.

Setelah sayur sop matang, giliran tempe dan tahu yang menunggu
antrian. Setelah memotonginya, saya pun kembali mengulek bumbu untuk
menggoreng mereka. Lagi-lagi, berikutnya adalah bagian yang paling
saya sebali nomor dua dalam proses memasak. Yaitu: menggoreng saat
minyak sudah panas. Karena saya kerap parno terciprat minyak, Ibu
pun lagi-lagi mengajari saya caranya melemparkan tempe dan tahu
secara aman ke dalam wajan. Sambil tak henti-hentinya menyemangati
saya, "Yang sabar ya, Sayang. Pelan-pelan aja," ujar beliau.

Terakhir, mengulek sambal. Setelah membakar terasi dengan tusuk sate
di api, saya pun mengulek makanan favorit saya ini. Dan hasil dari
menu masakan pertama saya adalah: sepanci besar sop sayuran, 13
potong tempe dan tahu goreng—tahunya 4 potong, dan selepek sambal
terasi.

Dengan deg-degan, saya pun menunggu bibir suami saya berkomentar.
Dan saat dia tersenyum dan berujar "Enak Dhe! Sambalnya mantap,
sayurnya seger, tempenya juga enak!" seketika, jerih payah selama 2
jam itu pun musnah sudah. Tak saya hiraukan lagi pedihnya jari manis
dan telunjuk kiri saya yang sempat tersayat pisau. Tak saya hiraukan
lagi jari-jemari tangan saya yang jadi beraroma bawang. Tak saya
hiraukan lagi pegal-pegal tangan seusai mengulek dan mencuci
perkakas makan.

Ah, semuanya lunas.
***

Malamnya, saya pun meng-sms Ain dengan sukacita. "Neng! Gua dah bisa
masak, lho! Kata masku, enaaak! Gyaaa!". Yang dibalas Ain dengan
sms : "Yay! Selamat yaaa! Love you!" plus kiriman resep by e-mail
keesokan harinya. Saking senangnya, tadi pagi bahkan saya memasak
nasi goreng sebelum berangkat kerja. Dengan bumbu yang telah saya
ulek dulu kemarin sore, tadi pagi saya bangun pukul 03.00 untuk
menggoreng nasi.

Dan saat saya berangkat kerja pukul 04.15, saya berujar pada
suami "Ayang, aku tadi bangun pagi, lho! Goreng nasi buat kamu sama
Ibu. Terus tadi aku juga dah bungkusin buat bekal kamu. Ntar kamu
makan yaaa! Enak deh! Jadi bangga nggak kamu sama aku?"

Yang dibalas suami saya dengan "Iya, saya banggaaa sekali sama kamu.
Kamu hebat!"

Gyaaa! Besok masak apa lagi yaaa?
***
Ps:
• Harusnya, untuk bikin sop yang enak itu pake kaldu ayam. Tapi
karena ayam di warung habis, dan rumah kami jauh dari pasar, jadilah
sop kemarin tidak pakai kaldu ayam. Hiks.
• Oya, pagi ini saya juga bawa bekal nasi goreng yang tadi pagi saya
masak. Saat bertemu OB saya, Mas Tio, saya meminta beliau
mencicipinya. Dan kata Mas Tio yang pernah jualan nasi goreng di
Senayan: "Enak, Mbak Retno!" (saat berkomentar, Mas Tio tidak berada
di bawah tekanan atau ancaman-red) . Gyaaa!


__._,_.___
Recent Activity
Visit Your Group
Y! Messenger

Want a quick chat?

Chat over IM with

group members.

Sell Online

Start selling with

our award-winning

e-commerce tools.

Yahoo! Groups

w/ John McEnroe

Join the All-Bran

Day 10 Club.

.

__,_._,___

Tidak ada komentar:

Posting Komentar