PERCAKAPAN 1: BIMA DEWA RUCI T = Saya jadi inget kisah Bima yang mencari air kehidupan lalu ketemu Dewa Ruci. Disebutkan bahwa air hidup itu tak ada di laut, tak ada di dasar samudera atau di mana-mana. Kalau nggak salah inget, ketika Dewa Ruci minta Bima untuk masuk ke dalam dirinya, Bima ragu. Lha wong si Dewa Ruci itu kecil mungil. Eh, tapi si Bima yang segede gajah itu 'ketelen' sama Dewa yang kecil. Di dalam kekerdilan, sang Besar itu melihat alam semesta yang jauuuuh dan tak terbatas lagi besarnya. Lalu diperintahkan kepada Bima untuk kembali. Sebab, air kehidupan tak akan ditemukan di manapun. Kecuali ia kembali. Kembali ke asalnya. Kembali ke dirinya. Kembali ke akarnya. Di kisah itu, diceritakan. Kalau Ia sudah ditemukan, saya yakin jiwa bisa merasakannya. Rasa hanya bisa ditangkap rasa. Roh hanya bisa bersatu oleh roh. Ucapan kita tak akan cukup menggambarkannya. J = Iyalah, memang begitu narasinya. Bima simbol dari diri kita, simbol dari tubuh fisik kita yg bergerak berdasarkan naluri. Manusia naluriah juga bisa menjadi manusia spiritual dengan meng-inkorporasikan Dewa Ruci, simbol dari Tuhan yg adanya di dalam diri manusia. Dewa Ruci adalah simbol dari Tuhan yg berbentuk "air" atau emosi-emosi. Ketika kita masuk ke dalam emosi kita, maka kita akan merasakan bahwa ternyata segalanya itu kosong. Air itu cuma substansi saja, dan tidak bertepi. Yg ada ternyata cuma kesadaran kita saja. Air bisa datang dan pergi, tetapi kesadaran kita tetap. Kesadaran bisa juga disebut jiwa atau roh. Ternyata jiwa atau roh kita tetap, tidak kemana-mana. Tetap sama saja sebelum ataupun sesudah bertemu dengan Dewa Ruci. Dewa Ruci cuma simbol saja, istilah saja. Tidak ada bedanya dengan istilah Tuhan atau Allah yg gunanya sebagai "pegangan". Kita bisa berteriak-teriak kepada Allah dan berusaha untuk menyatu dengan Allah. Pedahal kita cuma berteriak-teriak kepada kesadaran kita sendiri saja, dan cuma ingin menyatu dengan kesadaran kita sendiri juga. Ternyata sebelum dan sesudah berteriak-teriak kita tetap sadar. Sadar bahwa kita sadar, tidak ada yg berbeda. Yg akhirnya tersisa cuma pengertian bahwa setelah puas berteriak-teriak: Allah, Allah,... ternyata kesadaran kita tidak berubah secara dahsyat, walaupun iklannya seperti itu dimana-mana. Ternyata kita cuma sadar bahwa kita sadar. Dari dulu juga seperti itu, dan ternyata itulah yg abadi, no more than that. + PERCAKAPAN 2: SHALAT ISTIQARAH ITU APA? T = Mas Leo, Cukup gamblang penjelasan sejarah perkembangan yang anda tulis ringkas di bawah ini. J = Saya menulis apa yah? Ok, yg ini: "Kita sudah mual-mual kebanyakan dosis Muhammad, sehingga bisa juga diseimbangkan dengan sedikit sentuhan sejarah bagaimana missi dan zending gagal untuk mengkristenkan suku-suku Batak sampai datang Nommensen, penginjil dari Jerman. Saya cuma tahu bahwa suku-suku Batak aslinya beragama Hindu, yg dibuktikan dengan nama-nama berbau Hindu seperti Sinulingga, Sisingamangaraja, dsb. Karena Nommensen, akhirnya gereja-gereja Batak berafiliasi dengan gereja-gereja Protestan di Jerman yg alirannya Lutheran. Gereja-gereja Protestan di Minahasa, Maluku, dan Jawa kebanyakan beraliran Calvinis karena induk asalnya dari Belanda. Di masa Bung Karno, pernah masuk bantuan dari gereja-gereja Jerman untuk gereja-gereja Batak, tetapi bantuan itu masuk berupa mobil VW, yg lalu dijual dengan profit. Itu ulah Pioala Panggabean, seorang konglomerat Orde Lama. Di masa Suharto, HKBP pernah bentrok habis-habisan secara internal sampai minta bantuan pemerintah segala macam. Saya waktu itu masih kecil, tapi saya pikir, malu-maluin sekali. Sangat memalukan kalau ada organisasi keagamaan yg konflik internal lalu meminta bantuan pemerintah untuk mendukung salah satu kelompok. Di Jakarta sekarang, maybe mayoritas supir mikrolet itu dari Medan. Maybe mayoritas litigation lawyers juga orang Batak. Ini fenomena yg menarik. Beberapa tahun terakhir ini wabah karismatik juga sempat melanda komunitas Kristen Batak yg biasanya tidak fanatik. Mungkin secara umum orang Batak sampai sekarang tidak fanatik, cuma kalau terkena pengaruh karismatik kan cukup jelas gejalanya gitu lho, suka teriak-teriak Yesus Yesus juga..." T = Banyak sekali orang-orang agamis yang lebih suka meneriakkan tokoh idolanya, tapi mereka lupa atau tidak sadar akan kelakuannya sendiri. Bukankah lebih penting mempraktekkan tindakan/kelakuan dari si tokoh idolanya yang paling tepat dan pas untuk masa kini daripada meneriakkan tokoh idolanya, yang terkadang menurut saya sih agak berlebihan sehingga nama tokoh yang 'mulia' itu diobral menjadi kayak jualan di pasar malam aja. Bagaimana menurut Mas Leo? J = Iyalah, kita semua sudah tahu itu. Saya pernah tulis bahwa semua agama itu jualan Tuhan, jualan nabi, jualan kitab suci, jualan dogma, jualan syariat, jualan sorga. Segala macam yg bisa dijual akan dijual. Konsep-konsep saja semuanya, yg dipertahankan dan dibela dengan ngotot. Itu saja sudah bukti bahwa agama dan pernak-perniknya merupakan hasil buatan manusia, karena kalau asli pastilah semua orang akan mengikuti, tanpa perlu ada yg berdakwah dan sumpah kerak keruk bahwa kitab sucinya berasal dari Allah. Pedahal Allah itu cuma kisah belaka, tidak berbeda dengan kisah Bima Dewa Ruci, complete dengan dialog antara manusia dengan si Allah yg sebenarnya merupakan bagian dari kesadaran si manusia sendiri. Dalam kisah Bima Dewa Ruci, Bima berdialog dengan Dewa Ruci yg merupakan bagian dari kesadarannya sendiri. Dalam kisah-kisah Timur Tengah, sang nabi berdialog dengan Allah yg juga merupakan bagian dari kesadarannya sendiri saja. Kita juga bisa berdialog dengan Allah yg adanya di dalam kesadaran kita sendiri saja. Memangnya shalat istiqarah itu apa kalau bukan berdialog dengan kesadaran kita sendiri yg kita sebut Allah? + PERCAKAPAN 3: KONSEP ALLAH TIDAK RELEVAN LAGI T = Ada yg mengusik pikiran saya lagi. If hantu, jin, setan, memedi maupun local gods alias dewa lokal itu hanya trick of imaginations atau buatan dari pikiran, mengapa terkadang dua atau tiga manusia di saat yg bersamaan bisa melihat bentuk yg sama dari wujud mereka? Dan apa mereka bener-bener ada? J = Penjelasannya macam-macam. Kita bisa bilang bahwa ada manusia-manusia yg bisa "akses" kepada memory yg sama. Memory itu bisa berasal dari energy tertentu di suatu tempat, yg kalau di-akses bisa memberikan data berupa simbol yg sama. Penjelasan lainnya adalah telepathy, yaitu komunikasi antara manusia tanpa menggunakan kata-kata, melainkan menggunakan "gelombang" pikiran saja. Saya bisa mencoba untuk merasakan apa yg anda rasakan, dan terkadang itu bisa juga. Kalau kita netral tanpa pretensi, kemungkinan untuk bisa melakukan telepathy itu besar sekali. Telepathy itu mengirim dan menerima impressi sekaligus. Malahan, sebenarnya komunikasi antara manusia selalu dilakukan melalui telepathy. Kita tahu bahwa kita tahu, bahkan sebelum berkomunikasi dengan kata-kata. Telepathy is part of everyday life, walaupun kita tidak membicarakannya dengan istilah seperti itu. Kita perlu berbicara dengan data konkrit bukan? Sedangkan kalau melalui telepathy, kita hanya akan tahu bahwa kita tahu. Darimana kita tahu tidak bisa kita sebutkan. We just know it. Bisa juga dikatakan sebagai intuisi. Intuisi ini bisa dilatih juga dengan meditasi. Berbagai lakon spiritual juga bisa memunculkan kekuatan pikiran yg intuitif asalkan orangnya tidak terpatok mati di belief systems. Yg termasuk belief systems adalah dogma-dogma agama yg, konon, tidak boleh dipertanyakan. Dogma-dogma seperti itu akan mematikan kemampuan intuitif kita. Kita cuma akan menjadi robot saja. Pedahal kalau kita mau bersikap terbuka, maka akan banyak pengertian baru yg diperoleh. Termasuk pengertian bahwa ternyata banyak hal yg kita pertahankan secara mutlak ternyata cuma simbol-simbol saja. Bahkan dewa dewi itu ternyata cuma simbol. Simbol adalah perlambang, konsep saja. Kalau konsepnya masih relevan, ya masih bisa dipakai. Tetapi sayangnya, banyak yg sudah tidak relevan lagi dan masih terus dipakai dan dipertahankan karena orang takut untuk melepaskannya. Takut untuk melepaskan kerudung karena katanya Allah akan marah kalau wanita melepas kerudung. Allah marah? Tentu saja tidak. Yg akan marah itu konsep Allah saja. Kita mau konsepkan apapun tentang Allah akan oke saja karena Allah tidak bisa bilang apa-apa. Yg bilang Allah suka dan Allah benci itu kita sendiri saja. Kita sendirilah yg mengkonsepkannya. T = Satu lagi, mengapa para yogi dapat melakukan hal-hal aneh seperti nyelem sampe 30 menit ato dibekuin di es? Apa yg mereka lakukan sehingga bisa seperti itu? J = Kekuatan pikiran yg dilatih melalui meditasi. Kalau anda mau, anda juga akan bisa, tetapi latihannya puluhan tahun. Bukan menggunakan segala macam setan atau dhemits, melainkan kekuatan pikiran kita sendiri, yg bisa kita latih juga kalau kita mau. Riset bilang bahwa paling banyak hanya 3% dari kapasitas otak manusia yg digunakan. Kalau kita mau menggunakan otak kita tiga kali lipat lebih dari biasanya, tentu hasilnya akan luar biasa, bisa disebut sebagai mukjijat juga kalau digunakan untuk hal aneh-aneh seperti menusukkan kawat ke kulit yg bisa pulih kembali, jalan di atas beling, dan berbagai jenis pertunjukan lainnya, termasuk main silat jadi Sun Go Kong alias Dewa Monyet, why not? There is no Allah there, karena kalau kita sudah mengerti tentang mekanisme pikiran kita bekerja, we shall do away completely with konsep Allah yg paling jauh irrelevant. Tidak relevan lagi. + Leo @ Komunitas Spiritual Indonesia <http://groups. |
New Email names for you!
Get the Email name you've always wanted on the new @ymail and @rocketmail.
Hurry before someone else does!
Klik: http://zamanku.blogspot.com
Change settings via the Web (Yahoo! ID required)
Change settings via email: Switch delivery to Daily Digest | Switch format to Traditional
Visit Your Group | Yahoo! Groups Terms of Use | Unsubscribe