Pesan Cerpen ini:
Ma'af kalo nggak lucu bilang! Ma'af kalo lucu bilang juga. Tapi ma'af kalo masih ragu-ragu mendingan lu-lu semua pulang aja sana....hahaha. Bisa dapat piring tiga, gratis lageee....hehehe. Piss, Luv and Laugh. Terima kasih!
PERMINTAAN SYUKUR Fiyan Arjun
Kata orang tua dulu bilang semua bentuk perkara itu sudah Tuhan yang mengantur segala-galanya. Kita sebagai makhluk-Nya hanya bisa berpasrah diri dan juga harus berlaku sabar. Entah itu perkara tentang jodoh, rezeki sampai nasib yang diluar diperkiraan kita—sebagai manusia hanya bisa menerimanya dengan ikhlas dan legowo (begitu kata orang Jawa bilang). Mau nggak mau ya harus harus diterima! Tanpa ada perjanjian di atas kertas hitam-putih! Titik nggak pake koma!
Sayang seribu bin sayang rumus seperti itu kagak mempan buat yang namanya Syukur. (Ingat, ya harus pake "y" jangan di tulis Sukur aja. Apalagi dipanggil…Kur…, Kur…, kayak panggilannya Tuan Thankur di acara lomba pencari penyanyi dangdut secara dadakan, Dangdut Dadakan TPI. Pokoknya nggak banget!). Itulah yang dirasakan di hati Syukur setiap kali saat menjelang ia tidur. Istirahat dari pekerjaannya sebagai pembokat. (Eya, kalo pake kata pembokat kayaknya nggak ada peripembokatan ya, eh salah perikemanusiaan. Oke, deh pake kata khadimat aja ya biar lebih sopan dan halus—dan seterusnya pake kata khadimat. Lagi pula kasihan juga si Syukur kalo dibilang kayak begitu. Kan dia anak Emaknya juga). Sejak menjabat dan bergabung di P3K: Persatuan Para Pemerhati Khadimat, Syukur merasa hidupnya tak berwarna lagi. Hari-hari yang ia lalui hanya menemui warna itu-itu aja. Kadang warna hitam, kadang putih bahkan kadang pula abu-abu seperti hidupnya. Kasihan banget! Tapi itu demi kebahagian Emak dan Bapaknya di kampung yang sudah melahirkannya apalagi dirinya seorang laki-laki. Kudu punya jiwa ksatria.
Lagi-lagi itulah yang dirasakan Syukur. Apalagi ketika menjadi khadimat selama 4 tahun jalan lebih sedikit dan bermajikan bernama Bang Shani merasa Tuhan menciptakan hidupnya tak adil untuknya. Apalagi kalau saat ia melayani permintaan majikannya itu kadang kala sakit kumatnya itu sering kambuh. Dan Syukur-lah yang mendapatkan efek dari sakit kambuhan yang diderita majikannya itu. Kadang kala membuat dirinya keki dan bête abis kalau menghadapi permintaannya yang nggak sinkron itu. Benar-benar Syukur dibuat pusing tujuh keliling lantaran permintaan Bang Shani itu asal goblek! Seenak perutnya ngomong! Nggak dipikir lagi!
Menurut catatan ilmu kemedisan (baca: kedokteran) mengatakan majikannya Syukur itu menderita syndrome dyslexia. Sindrom ketidakharmonisan dan ketidakakuratan antara kerja otak dan mulut. Karena lantaran itu majikan Syukur kalau ngomong asal ceplas-ceplos. Alias, ngaco kalau bicara!
Ada peristiwa yang sangat diingat betul sama si Syukur saat ia sedang nonton bareng di ruang tamu sama majikannya itu saat menonton acara musik dangdut
"Kur, emangnya Bang Aji Rhoma Irama itu yang punya group Soneta ya? Perasaan ya Bang Shani tau dia itu bukannya yang punya group GodBless?!"
Syukur yang lagi anteng kayak antena rumah melihat Aji Rhoma Irama menyanyi lagu "Menunggu" khayalannya nggak karuan. Ia tak menggubris jawaban dari majikannya itu. Lantaran lagu yang dinyanyikan Aji Rhoma Irama itu mengingatkan akan cintanya kepada Saroh khadimat sebelah. Menunggu kepastian cintanya yang tak kunjung bertepi itu.
Syukur tetap tak menggubris pertanyaan majikannya itu. Asyik sama dunianya sendiri. Seperti anak authis yang doyan main sama teman khayalannya.
"Kur, lu dengar gue nggak sih apa yang gue omongin barusan…."
"Iya, iya saya dengar Bang! Tapi mau ralat nih sedikit. Bang Aji Rhoma Irama itu yang punya groups Soneta bukannya GoodBless. Itu sih punya penyanyi yang rambutnya kribo, Ahmad Albar, Bang!" Syukur akhirnya mau menjelaskan titik temunya. Mensikronkan apa yang diucap sama majikannya itu.
"Oh…, Aji Rhoma Irama yang punya group Dewa ya…"
"Alamakkkkkkk! !!"
Dalam hati Syukur," terserah apa lu kata deh, Bang!"
Maklumlah si Syukur mau mengerti dengan keadaan majikannya itu yang kadang bikin urat sapinya, eh salah, maksudnya uratnya menegang beberapa volt. Seperti tegangan gardu listrik di dekat rumah majikannya kalau daya tampungnya lebih dari kapasitas itu. Terlebih majikannya itu masih bujangan. Bujangan yang nggak laku-laku. (Emangnya barang di jual!). Alias, bujangan lapuk. Jadi Syukur sangat-sangatlah mengerti keadaan majikannya itu walau sering makan ati.
Ya, walau pun begitu majikannya sangat mengerti apa yang dimaui si Syukur. Apa yang diucap Syukur pasti diturutinya. Mau makan sendiri silakan. Mau dekatin si Saroh khadimat sebelah silakan. Apalagi mandi sendiri wah itu sih nggak pake disuruh sudah naluri kemanusiaan Syukur. Walau pun dirinya berstatus khadimat bau burket tetap di jaga dengan semerbak dedodorant. Itulah yang sering dimengerti Bang Shani sebagai majikan. Sebagai majikan Bang Shani membebaskan diri untuk Syukur, khadimatnya itu sekaligus sudah dianggap saudara olehnya. Walaupun bukan saudara dari Emak dan Bapaknya. Bukan saudara kandung. Tapi kalau soal pekerjaan ia harus tetap professional. Kalau Syukur kerjanya asal. Asal ngepel. Asal menyiram taman. Dan bersihin mobilnya asal juga lalu amburadul tetap aja Syukur kena SPK: Surat Pemberitahuan Khadimat. Tapi itu juga Bang Shani lakukan untuk kebaikan Syukur biar ia nanti menjadi pekerja yang ulet dan terampil.
Dilain perkiraan. Dan juga dilain pikiran orang lain….(baca: pikiran Syukur).
Pernah suatu malam si Syukur kena dampaki sindrom ngaco lagi dari Bang Shani. Alias, asal goblek kalau saat ngomong.
"Kur…, Kur…, beliin gue rujak di warungnya Mpok Odah dong?! Itu, tuh, yang warungnya ada tulisannya "Rujak Mpok Odah Asli dari Pohon" yang ada pohon durennya kalau jatuh warungnya langsung ambruk. Cepat beliin gue sana…."
Syukur yang diperintahkan seperti itu tak mengelak. Ia sudah menduga pasti majikannya itu akan menyuruh dirinya yang enggak-enggak. Jauh dari nalar manusia normal. (Emang majikannya Syukur nggak normal. Weks!. Kalau normal masa iya malam-malam minta rujak. Iyakan?). Semua segala tipu daya yang sering dipake Syukur, majikan yang sering dipanggil Bang Shani itu sudah tahu kartu As (baca: kartu remi bukannya kartu telepon selular) yang dimainkan Syukur. Alias, kartu mati si Syukur. Mau nggak mau Syukur harus manut. Nggak pake nggak! Harus mau!
"Udah, deh lu jangan ngibulin gue. Gue tau lu tuh hanya pura-pura tidur. Gue tau kartu mati lu. Jadi jangan merasa gue kena lu kadalin lagi," lanjut Bang Shani yang masih berstatus bujang lapuk sambil membuka selimut yang dipake Syukur saat tidur yang saat itu sudah melingker mirip kayak uler ada di pager. Seperti, obat nyamuk pula!
"Duh, Bang malam-malam begini siapa sih yang jualan rujak. Lagi pula belum tentu Mpok Odah masih buka. Emangnya abang ngidam ya? Berapa bulan," jawab Syukur mengalihkan pembicaraan.
"Sudah, deh lu jangan ambil ati gue. Gue tau maksud lu apa. Biar gue lupa, kan…? Tapi saat ini nggak pake!" Si Syukur akhirnya tak dapat lagi membuat strategi untuk ngelabuin Bang Shani, majikannya itu. Semua berbagi strateginya sudah dibaca abis oleh Bang Shani. Dan mau nggak mau Syukur harus melakukan titahnya.
"Iya, ya…saya beliin. Tapi abang jangan panggil saya hanya dari belakang dong! Kan kedengerannya kayak manggil burung…., Kur…, Kur…., Emang saya burung tekukur!" Protes Syukur merasa nama pemberian Emaknya nggak dipake dan dipanggil nggak secara lengkap. Atau, ketik S-Y-U-K-U-R spasi ganda. Syukur! Bukannya itu aja kadang tak sependapat dengan perintahnya yang nggak masuk akal.
Akhirnya, dengan mata yang masih beberapa watt lagi seperti lampu bohlam yang berkapsitas 5 watt terpaksa titah itu dijalankan yang kadang membuat tensi darah Syukur naik secara berkala. Ia lirik lagi lengan tangan kirinya ternyata jam tangan hadiah ulang tahun dari Bang Shani untuknya tempo hari itu menujukan pukul 10 malam lewat. Hanya ada angin malam dan lolongan anjing dari komplek sebelah. Menggonggong terus tanpa henti tapi kafilah Syukur berlalu sambil jalan mengikuti angin malam membawa ke warung Mpok Odah. Hingga dalam perjalanan ia merenungi perkataannya terhadap Bang Shani, majikannya yang sudah ia anggap sebagai abangnya sendiri. Walau pun bukan abang kandung apalagi anak dari Emak-Bapaknya. Jauh banget bedanya. Seharusnya Syukur tahu diri. Ya, ia harus tahu diri. Sebab selama ini majikan yang dipanggil abang itu sudah banyak berbuat baik kepada dirinya. Terlebih saat ia dipungut dari selokan, eh salah di pungut sebagai saudara. Bukannya orang lain.
Tapi walau pun Bang Shani asal ngomong dan nyuruh kadang ngeselin terlebih ketika human error-nya kumat tapi Syukur tetap bangga memiliki majikannya seperti itu. Apalagi majikannya itu sudah seperti abangnya sendiri sangat attention dan juga sangat menghargai dirinya. Hanya soal hal suruh-menyuruh yang diluar nalar. Kadang tak mau di ajak kompromi. Tapi Syukur tetap berterima kasih sama Bang Shani. Tanpa dirinya mungkin dikampungnya akan sama seperti kawan-kawan kecilnya yang masih luntang-lantung mencari pekerjaan. Kalau tidak ia sudah seperti nasib Emak dan Bapaknya bersawah dan berladang di kampung. Duh, Syukur kangen Emak dan Bapak di kampung, hati Syukur menjerit betapa ia sangat kangen kepada Emak dan Bapaknya itu di kampung.
"Kur, Emak dan Bapak hanya bisa menitipkan lu di rumah Bang Shani. Lu ingat ya lu harus kerja yang baik sama dia. Dia itu sudah menganggap lu tuh bukan orang lain. Kan bapaknya dia dulu pernah di tolong sama bapak lu. Jadi untuk membalas jasa kebaikan bapak lu dia mau menerima lu untuk bantu-bantu di rumahnya. Lagi pula dia juga kan masih bujang. Lu maukan demi kemajuan lu sendiri dan Emak dan Bapak di kampung…"" tiba-tiba lamunan malam Syukur itu mengantar ke warung Mpok Odah untuk mengabulkan pesanan Bang Shani, majikannya itu. Dan Syukur tak merasakan lelah.
"Eh, lu Kur ngapain malam-malam begini datang ke warung gue," ucap Mpok Odah membuyarkan lamunan Syukur sama kampung halamannya serta Emak dan Bapaknya.
"Eh, Mpok jangan ngagetin kayak gitu dong. Memang Mpok mau kalo saya mati mendadak!" tukas Syukur memperingkatkan Mpok Odah jangan sekali-sekali mengejutkan dirinya lagi.
"Iya, deh Mpok sori." Mpok Odah akhirnya minta maaf kepada Syukur. "Ya, udah lu mau ngapain ke warung gue?!" lanjut Mpok Odah mengintrogasi kedatangan Syukur malam itu.
"Saya disuruh Bang Shani untuk beli rujak, Mpok. Ada nggak Mpok?!"
Mpok Odah hanya diam.
Terkejut.
Dia nggak bisa bedain mana terkejut dan mana diam. Jadi antara tekejut dan diam ekspresi Mpok Odah sama saja.STD. Standar!
"Tunggu ya gue lihat dulu masih ada nggak ya sisa-sisa tadi siang." Dengan seksama mata Mpok Odah mengedarkan segala penjuru warungnya. Siapa tahu ia melihat sisa-sisa buah untuk buat rujak pesanan si Syukur. Ternyata masih ada!"
"Masih ada, Kur! Mungkin ini rezeki lu kali biar lu nggak kena semburan dari Bang Shani," hibur Mpok Odah malam itu.
"Alhamdulilah, untung ada ya Mpok! Kalo nggak ada saya pasti disuruh ke pasar malam-malam begini. Terus saya deh yang ngulek buat sambelnya."
Akhirnya Tuhan masih sayang Syukur. Segala permintaan aneh dari Bang Shani itu dapat dilaksanakan dengan baik. Syukur, Syukur, kok punya majikan error banget sih lu! dalam hatinya bersenandung pilu.
Hari terus berlalu….
Sakit majikannya Syukur itu makin lama makin menjadi-jadi. Hingga membuat kesabaran Syukur sebagai seorang manusia tak tertahankan lagi. Syukur sudah nggak tahan lagi menghadapi kebiasaan aneh Bang Shani. Kalau bicara dan soal suruh menyuruh terkadang tidak melihat sikon. Situasi dan kondisi. Kadang kagak nyambung. Alias, tulalit kalau bicara! Bukan itu aja yang lebih error-nya lagi setelah usai apa yang diucap kadang kala dirinya tidak merasa ingat lagi. Lupa. Atau, belaga lupa kali! Duh, siapa sih yang kuat berlama-lama tinggal sama orang seperti Bang Shani, bathinnya terus aja ngedumel tanpa henti.
Untungnya Syukur masih punya teman curhatan yang setia menemaninya. Tak lain tak bukan Saroh khadimat sebelah yang cintanya sampai sekarang masih terus digantung seperti Lagunya Melly Goeslaw. Syukur terus menunggu jawaban cinta dari Saroh yang belum bertepi itu.
Seringkali Syukur curhat kepada Saroh kala ia sedang bête abis sama Bang Shani. Ia merasa kalau terus-terusan di dalam bersama majikannya itu Syukur takut akan menular penyakitnya itu. Apalagi kalau ia bersetuhan kulit sama Bang Shani, majikannya itu ia buru-buru membasuh air tujuh kali dan di tambah debu untuk menghilang sentuhannya itu. Duh, kalau Bang Shani tahu kalau selama ini Syukur menyamakan penyakit Bang Shani seperti sama najis mughallazhah tentu Bang Shani makin murka. Bisa-bisa Bang Shani mempulangkan Syukur kepada orangtuanya. Pulangkan saja aku pada ibuku atau ayahku….Ih, lebay banget ya!
"Roh, penyakit syndrome dyslexia itu menular kagak sih?" Tanya Syukur penasaran tentang penyakit yang di derita Bang Shani, majikannya itu kepada Saroh.
Saroh yang ditanya itu cuman memilin-milin rambut panjangnya. Ditambah malu-malu kucing lagi.
"Lho, kok gue tanya kayak gitu lu kayak belatung nangka gitu sih, Roh. Nggak bisa diam! Gue tanya penyakit yang diderita Bang Shani nular nggak...!"
"Yee, dikira Bang Syukur mau ngajak nonton Saroh di Cineplex 21 (baca: twentyone) menonton film Alexandrian. Yang dibintangin sama idola Aroh, Bang Malin Kundang, eh salah Fahri Albar."
"Ah, lu Roh sama gokilnya sama Bang Shani. Memangnya gue bilang mau ngajak lu nonton emangnya. Sori, gue lagi bokek hari gini. Ya, udah lu punya obatnya nggak?
"Obattttttt……." Saroh terkejut minta ampun saat diminta Syukur untuk meminta dirinya mencarikan tentang obat apa yang cocok untuk kesembuhan penyakit majikannya itu. "Ma'af Bang Syukur, Aroh nggak tau." Lanjut Saroh meminta ma'af.
Dan mereka berdua sesama satu profesi akhirnya hanya bisa memandangi langit cerah malam itu. Siapa tahu ada jawaban di atas langit buat Syukur. Seperti film-film di televisi yang di sering ditonton dua khadimat itu di saat majikan-majikan mereka pada kerja dan beristirahat.
Dan malam itu baik Syukur dan Saroh benar-benar tak menemukan jawaban. Obat apa yang cocok buat Bang Shani, majikan si Syukur. Untuk mengobati penyakit anehnya itu. Aneh memang!
Keesokannya, saat Syukur ingin mencoba mencari obat untuk kesembuhan Bang Shani ia mendapatkan kabar berita dari Emaknya yang sakit di kampung.
"Bang, saya boleh minta izin ke kampung nggak? Emak saya sedang sakit keras di sana. Bolehkan Syukur nengok Emak yang sakit di kampung," Tanpa basa-basi Syukur meminta izin kepada majikannya itu sambil memperlihatkan surat kilat dari Pak Pos sejak pagi diterimanya
Majikan yang sudah dianggap abangnya sendiri oleh Syukur hanya diam. Sesekali kepalanya digaruk-garuk nggak gatal. Ada raut wajah yang aneh timbul dari rona Bang Shani dan itu sudah di antipasi oleh Syukur. Plis, deh ya Tuhan jangan sampai penyakit aneh Bang Shani kumat lagi saat situasi genting ini, pinta dalam hati Syukur paling dalam pada Yang Maha Pencipta dirinya.
"Hmm…, gimana ya? Terus siapa nanti yang ngepel rumah, yang nyuciin mobil gue, yang nyiramin taman terus kalau nanti ditanya sama si Saroh terus gue bilang bagaimana," ujar Bang Shani pasang tampang lugu.
"Kan Syukur juga ke kampung cuman nengok buat Emak. Lagi pula nggak lama kok, Bang! Tapi itu tergantung Bang Shani sendiri." Jawab Syukur memberi teka-teki tapi bukan silang. Membuat Bang Shani memikirkan apa maksud dari jawaban khadimatnya itu sekaligus sudah dianggap saudara olehnya.
"Lho, kok tergantung Abang!"
"Yaiyalah, Bang! Ini tergantung Abang. Apalagi ada permintaan Syukur buat Abang. Nih, sih kalo Abang terima. Kalo nggak ya apa boleh buat Syukur nggak bakal balik ke rumah ini." Syukur mencoba ambil strategi kembali. Tapi kali ini strateginya aman terkendali. Bang Shani tak bisa membaca strateginya kali ini. Syukur menang. Menang telek! Sudah membuat majikannya mati kutu seperti saat dirinya ketauan malas saat disuruh permintaan anehnya dari majikannya itu.
Sejujurnya walaupun tanpa pesyaratan dan permintaan, Syukur tetap akan kembali lagi ke tempat itu. Toh, bagi Sukur rumah yang sudah ditempati 4 tahun lebih itu beserta isinya tak lain Bang Shani sudah seperti rumah keduanya.Sudah tak dapat dilepaskan lagi. Karena selama itulah Bang Shani, majikannya itu sudah baik hati dan mau menjaga dirinya di kota besar. Kata orang-orang kotanya para orang mengadu nasib. Kota Jakarta.
"Oke, permintaan lu apa, Kur."
"Eits, udah dibilang jangan panggil Syukur dengan panggilan Kur tapi abang masih juga. Ya, udah permintaan Syukur abang bisa nggak ilangin penyakit Abang itu!"
Majikan yang kena dikadalin lagi sama khadimatnya itu pun hanya nyengir kuda mencoba mencari tahu. Hingga majikannya yang bernama Bang Shani itu merasa ada yang aneh pada dirinya. Dan betapa bodohnya dirinyaa saat ia tahu ketika Syukur meminta permintaan kepadanya tanpa dicerna. Tanpa dievaluasi ulang. Bang Shani semakin gemes sama khadimatnya yang persis sama kelakuan Ali Baba dalam 1001 malam. Banyak akalnya!
"Gimana maukan Abang….."
"Dasar lu pembokat kurang ajar ngerjaiin gue lagi….Awas lu gue kejar! Kalo ketangkap gue pites kepala lu" tiba-tiba Bang Shani sadar kalau sudah dikerjai sama Syukur, khadimatnya yang paling setia.
Lain hal dengan Syukur. Dia tertawa abis. Terbahak-bahak. Hingga mereka saling bekejaran di taman seperti film India kebanyakan. Nggak liat tanah lapang dan taman bagus langsung nyanyi. Akhirnya antara majikan dan khadimat saling bekejar-kejaran di taman layak di film India. Hingga diluar taman ada seseorang yang melihat kelakuan mereka berdua. Ternyata orang itu adalah Saroh khadimat sebelah sekaligus Sephia-nya si Syukur selama ini. Wah jangan-jangan Aroh nganggap gue …..Nggakkkkkkkkk! Pekik Syukur membahana di taman panjang sekali sambil mengejar Saroh.*(fy)
Ulujami, 17 Februari 2009 Ya, mudah-mudahan aja lucu. Kalo nggak lucu mending pulang aja, deh….Dapat piring tiga, kok…hahahaha
BIODATA PENULIS
Nama sebenaranya sih Fiyan aja. Karena suka hobi dan gemar mendengar music dan film dari negeri Paman Tahkur, di India sono akhirnya namanya diembel-embeli Arjun. Abisnya untuk nama pena jadi nama itu sampai sekarang dipake terus dan bawa hoki lagi. Jadi Fiyan Arjun deh namanya. Tapi asle Betawi tulen lho nggak ada campurannya! Kalo mau panggil bujang yang takut nikah karena biaya cukup panggil aja BangFy. Selain itu banyak bergiat di berbagai komunitas salah satunya Komunitas Sekolah Kehidupan, FLP DKI Jakarta, Komunitas BCN, civitas kepemudaan YISC AL-AZHAR Jakarta Selatan. Kalo mau tahu sudah masuk dimaa aja lihat disini. Blogg:http:/ /sebuahrisalah. multiply. com. Tapi walo banyak tulisannya yamng masuk dimedia baik on-line maupun media surat kabar tapi belum memiliki buku satu pun. Mungkin karena fator nggak punya komputer dan laptop tapi tetap berusaha untuk membuat buku nantinya doain aja ya? Nah kalo mau lebih kenal tinggal kirim surat atau e-mail aja kemari. Alamat: Jln. Ulujami Raya No. 14 Gg. Langgar Rt.012/04 Ulujami-Pesanggraha n,Jakarta- Selatan.E- mail:bujangkumba ng@yahoo. co.id. Serta bagi yang mau suka rela bantu mau belikan komputer dan laptop tinggal aja transfer kesini (ih, ngarep banget ya…hahahaha).Bank Syariah Mandiri Cabang Pembantu: Cipulir atas nama: Fiyan, no. rek: 0687014536. Gampangkan….Ditunggu…alah, lebai banget seh…. |
Tidak ada komentar:
Posting Komentar